- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 6 years, 3 months ago by farmasetika.com.
-
AuthorPosts
-
September 5, 2018 at 10:07 pm #9982
Hi farmasetikers!
Beredar di media sosial surat dari Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi) tertanggal 13 Agustus 2018 terkait Hutang Jatuh Tempo Obat & Alkes JKN Belum Dibayar Mencapai Rp.3,5 T perluli2018 yang ditujukkan kepada Menteri Kesehatan RI.Berikut isi suratnya :
Kepada
Yth lbu Menteri Kesehatan Republik lndonesia
di
JakartaDengan hormat,
Program Jaminan Kesehatan Nasional terancam mengalami kendala supply obat obatan dan alat kesehatan menjelang akhir tahun 2018 ini. Kami dari Gabungan Perusahaan Farmasi lndonesia (GPFI) mendata hutang JKN kepada Pedagang Besar Farmasi dan PenYalurAlat Kesehatan (PBF/PAK) yan8telahjatuh tempo, semakin membengkak dan semakin panjang masa pembayarannya. Hutang Obat & alkes IKN iatuh tempo yang belum dibayar mencapai Rp. 3,5 T per Juli 2018, dan masih akan terus memb€sar dari waktu ke waktu sesuai d€ngan a ltivitas suppry sa mpai akhir tahun 2018.1. HutangJKN jatuh tempo mencapalRp,3,5 T dan periode pembayaran semakin panjang, dari90 hari di
2016 menjadi 120 hari di semester 1-2018. Pada akhirtahun 2016, rerata tempo pembayaran IKN sekitar90 hari. Namun sejakJanuaris d..luli2018, rerata masa pembayaran menjadi 120 hari. Dengan demikian dalam waktu 1,5 tahun, tempo
pembayaran makin memburuk dan memanjang sampai bertambah sekitar 30 hari. PBF, PAK dan lndustri Farmasi mulai kesulitan cosh flow, sedangkan supply obat & alat kesehatan bisa terganggu daSemester 2
Tahun 2018 ini.
2. Ctoim dispute aniara faskes & BPJS-Kes€hatan: bom waktu, dan korban terbesaradalah pihak PBF dan PA& karena tidak ada kej€lasan status pembayaran (contoh tasus di RSCM dan banYak RS Pemerintah lainnya).
Pada saat ada ctoim dispute antara faskes dan BPIS-K, biasanya kami selalu menjadi korban, dengan status pembayaran yang tidakjelas, dan bisa memakan waktu lebih dari 6 bulan. Dalam hal_haltertentu, banyak transaksi di mana hutang Faskes/8PJs-t( bisa mencapai lebih dari l tahun, dan kami tidak tahu harus meminta tolong ke siapa sena ekskalasi ke mana.
3. PBF-PAK memikul beban Wajib Pungut (Wapu) JKN PPN sebesar l0% dan PPh 22 sebesar 1,5%, dengan estimasi senilai Rp. 1,5 T.
Setain masalah pembayaran hutang IKN Yang sudah masuk titik kritis, PBF dan PAK juga masih memikul beban biaya tinggi dengan adanya aturan Wapu, di mana setiap penjualan obat dan alkes dari PBF dan PAK kepada faskes pemerintah, dipungut PPN 10% dan PPh 22 sebesar 1,5%, yang menambah beban coih l/ow dan bunga modal kerja yang sangat tinggi. Sekitar Rp. 1,5-2 T dana PPN PBF dan PAK berstatus lebih bayar ke pemerintah, yang harus selalu direstitusi setiap tahunnya. Proses restitusi PPN memakan waktu sekitar 2 tahun. Hal ini menambah beban modal kerja dan sumber daya perusahaan, serta menambah biaya bunga modal kerja setara dengan 3-4% dari nilai penjualan. Kondisi ini menimbulkan biaya €konomi tinggi yang dipikul oleh industri dan distributor. Padahal di eft low price tow rrol9o saat ini, sebagaimana diketahui, kami telah berusaha meningkatkan efisiensi, dengan semaksimal mungkin melakukan upaya_upaya yang disesuaikan dengan harga yang semakin rendahKajian perpajakan atas Wapu IKN ini telah dibuat oleh konsultan independen, dengan rekomendasi : Wapu IKN perlu dihapuskan atau diubah aturannya, karena menambah beban ekonomi tingg: Kami masih menantikan solusi nyata dari Kementerian Keuangan untuk membantu beban para supplier yang memasok obat obatan dan alkes Program JKN.
4. Masalah besaryang dapat dihadapi oleh seluruh rantai pasokan (suppry chai,) Dengan situasi seperti tersebut di atas {pada butir 1,2 dan 3), dapat kami sampaikan bahwa kemimpuan mendukung kondisi ketersediaan obat Yang merata, akan sangat terpengaruh di seluruh rantai pasokan, dara mulai : produki, distribusi, hingga ke pelayanan kefarmasaan/kesehatan; bahkan terhadap pelayanan di tingkat eceran.
KamimembutuhkanbantuansolusisegerasertamediasidarilbuMenteriKesehatan,untukmengatasi permasalahan hutang JKN dan Wapu JKN ini. Hal ini sebagaimana yang kami sampaikan di atas, mengantisipasi adanya kejadian lor.e majeurc yang dapal mengganggu ketersediaan obat dan k€lancaran Program Jaminan Kesehatan Nasional di lndonesia.
Berikut adalah data hutang IKN kepada PBF dan PAK (status per Juli 2018), baik secara total maupun hutangobat dan alkes JKN yang sudah jatuh tempo namun belum dibayar’ Sebagian besar hutang sudah lebih dari 120 hari, bahkan tidak sedikit hutang_hutang faskes yang di atas 6 bulan dan lebih dari l tahun belum (ami menunggu sotusi dari pemerintah atas masalah besar yang kami hadapi ini. Ditambah lagi issue adanya ctoim- dispute anlarafaskes dengan BPIS K yang semakin marak ditemukan di banyak faskes dan di berbagai kota, semoga hal inatidak menjadi bom waktu untuk kita semua.
Besar harapan kami ada langkah nyata pemerintah untuk mengucurkan dana tambahan yang sifatnya segera, dan juga memeriksa birokrasi administrasi pembayaran yang rumit dan berbelit_belit. Dana tambahan dalam rangka pembayaran hutang obat dan alkes JKN ini, agar berupa pembayaran langsung kepada PBF-PAK. Hal ini bertujuan agar ,angsung bisa digunakan segera oleh distributor untuk tetap memberikan layanan distribusi obat dan alkes, sehingga setiap ada upaya mengatasi masalah, agar sekaligus menyelesaikan rangkaian masalah di seluruh rantai distribusi obat dan alkes. Jika diperlukan, kami bersedia memberikan penjelasan lebih lanjut. Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian, bantuan dan dukungan lbu Menteri kepada industrifarmasi, distributor dan seluruh rangkaiannya hinggajaringan retailfarmasi nasional.
Selengkapnya :
[embeddoc url=”http://farmasetika.com/wp-content/uploads/2018/09/2018-08-13-Surat-GP-Farmasi-re-Hutang-Obat-Alkes-JKN.pdf” download=”all”] -
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.