Tagged: bpom, vaksin, vaksin palsu
- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 8 years, 5 months ago by farmasetika.com.
-
AuthorPosts
-
July 3, 2016 at 7:11 am #2803
Hi farmasetikers!
Ternyata Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) memiliki alasan logis mengapa kasus peradaran vaksin palsu terjadi melalui pernyataan dari Plt Ketua BPOM, Tengku Bahdar Johan. Selain itu, setelah sebelumnya menyalahkan kinerja BPOM, kini DPR mulai mendukung dengan menyiapkan RUU khusus perkuat UU pengawasan obat dan makanan untuk BPOM. Berikut selengkapnya dari berbagai sumber.[caption id="" align="alignnone" width="600"] PLT Kepala Badan POM Bahdar Johan. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)[/caption]
BPOM tidak disertakan dalam pengawasan sediaan farmasi
Jakarta (ANTARA News) – Pelaksana tugas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Tengku Bahdar Johan mengatakan pihaknya sudah tidak pernah disertakan dalam pengawasan pengadaan sediaan farmasi sejak 2014.
“Sebelumnya memang sulit untuk mengawasi sediaan farmasi, termasuk vaksin. Terlebih BPOM sejak 2014 dibatasi untuk mengawasi vaksin di tahap pengadaan,” kata Bahdar di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan terdapat sejumlah peraturan yang membatasi BPOM untuk mengawasi farmasi. Di antara peraturan itu adalah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Dan terakhir, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
Bahdar mengatakan pihaknya sudah mengantongi nama fasilitas kesehatan yang diduga terlibat dalam mengedarkan vaksin palsu. Dari sejumlah nama itu merupakan rumah sakit swasta dan klinik nonpemerintah.
Kendati demikian, dia enggan merinci nama-nama fasilitas kesehatan itu karena publikasi nama faskes tersebut harus dikoordinasikan dengan instansi pemerintah lain, seperti Kementerian Kesehatan.
Bahdar hanya menyebut terdapat 28 lebih fasilitas kesehatan yang diduga menggunakan vaksin palsu. Jumlah nama itu dapat bertambah sesuai pengembangan penyidikan kasus di Bareskrim Polri.
sumber : antaranews.com
[caption id="" align="alignnone" width="830"] Saleh Partaonan Daulay[/caption]
DPR Siapkan RUU Pengawasan Obat dan Makanan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan saat ini pihaknya tengah melakukan persiapan penyusunan naskah akademik rancangan undang-undang (RUU) pengawasan obat dan makanan. Ada tiga poin yang akan ditekankan dalam rancangan awal RUU tersebut.
“Semua anggota komisi IX sepakat jika RUU ini mendesak dibahas. Pertama, karena menjadi evaluasi atas peredaran vaksin palsu yang sudah terjadi selama 13 tahun. Kedua, memberikan kepastian pengawasan obat dan makanan kepada masyarakat,” ujarnya kepadaRepublika.co.id, Jumat (1/7).
Saleh melanjutkan, kini pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap kewenangan dan pengawasan yang telah dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara menyeluruh.
Selain itu, DPR juga menelusuri aturan yang selama ini meneguhkan posisi BPOM sebagai pengawas obat dan makanan. Evaluasi itu digunakan sebagai salah satu rujukan penyusunan naskah akademik RUU pengawasan obat dan makanan.
Lebih lanjut Saleh memaparkan, ada tiga hal yang akan dimasukkan dalam usulan naskah RUU. Pertama, terkait peneguhan independensi BPOM sebagai lembaga tinggi negara yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
Selama ini, kata dia, BPOM memang telah bertanggungjawab kepada Presiden. Namun, adanya Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) yang mengisyaratkan BPOM harus melakukan koordonasi dengan Kemenkes dinilai membatasi wewenang pengawasan. Kedua, pemberian kewenangan kepada BPOM dalam menyelidiki asal – usul obat dan makanan yang beredar di Indonesia.
“Sekarang ini BPOM tidak memiliki kewenangan itu. Padahal semua obat, makanan baik yang resmi dikeluarkan pemerintah atau pihak swasta harus diselidiki sumbernya sehingga tidak meresahkan masyarakat,” katanya.
Ketiga, RUU nantinya menjelaskan batasan teknis koordinasi antara BPOM dengan kementerian atau instansi. Batasan koordinasi harus ditegaskan sehingga tumpang-tindih kewenangan saat menangani kasus tidak terulang.
Saleh menambahkan pihaknya berencana melanjutkan pembahasan RUU hingga mengajukan dalam prolegnas 2017.
Sumber : republika.co.id
Sekarang Momentum Perkuat BPOM, Punya UU Sendiri
JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan sekarang ini momentum tepat untuk memperkuat posisi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan memberikan kewenangan tambahan melalui Rancangan Undang-Undang POM.
Soal kelembagaan BPOM, menurut Saleh, tentu diperlukan kajian. Namun, sebagai gambaran, bentuknya bisa seperti BNN yang murni independen dari kementerian kesehatan. Penguatan ini menurutnya penting supaya lembaga tersebut lebih bertaring.
“BPOM terkadang seperti tidak bertaring. Mestinya, lembaga itu punya kewenangan untuk menindak, menuntut, atau bahkan menangkap para pelaku kejahatan yang menjadi objek pengawasannya,” kata Saleh saat dihubungi di Jakarta, Jumat (1/7).
Dari sisi kelembagaan, kata dia, BPOM bertanggung jawab kepada presiden. Namun dari sisi operasional, BPOM tetap masih harus berkoordinasi dengan kemenkes. Sebagai contoh, BPOM tidak bisa dengan leluasa untuk memeriksa sumber obat-obatan yang ada di rumah-rumah sakit pemerintah.
Hal itu mengacu pada Permenkes No.35/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dimana BPOM hanya boleh mengawasi produk dan tidak bisa mendeteksi asal obat tersebut. Kalau mau dinaikkan statusnya, semestinya BPOM juga diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, agar perlindungan konsumen dalam wilayah kerjanya semakin maksimal.
Politikus asal Sumatera Utara itu menambahkan, jauh hari sebelum kasus vaksin palsu merebak, Komisi IX telah merencanakan pembahasan RUU tentang POM.
Komisi IX melihat masyarakat harus dilindungi dari semakin banyaknya peredaran produk-produk obat dan makanan dari luar negeri seiring dengan menguatnya pasar bebas.
“Dengan UU itu nanti, tugas, fungsi, dan kewenangan BPOM akan semakin ditingkatkan dan dikuatkan. Kalau BPOM tidak memiliki UU sendiri, dikhawatirkan akan ada saja peraturan lain yang membatasinya. Kalau sudah punya payung hukum sendiri tentu semakin kuat,” tambahnya.(fat/jpnn)
Sumber : jppn.com
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.