Tagged: apoteker, dokter, praktik mandiri
- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 8 years, 5 months ago by zahran.
-
AuthorPosts
-
July 9, 2016 at 8:20 pm #2910
Seorang apoteker bernama Surya Sumantri,S.Si.,Apt membuat surat terbuka untuk Menteri Kesehatan RI sekaligus membuat petisi di situs change.org yang saat ini telah mencapai lebih dari 700 dukungan. Berikut selengkapnya :
MENOLAK PASAL 10 dan 15 pada Rancangan Draft PRAKTIK DOKTER MANDIRI
Surat Terbuka untuk Ibu Menteri Kesehatan, Dengan ini saya mengajukan surat terbuka kepada ibu Menkes. Rujukan dalam surat terbuka ini:
UU No.7 Tahun 1963 tentang Farmasi UU No.36 Tahun 2014 tentang tenaga Kesehatan
PP 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian Kode Etik Profesi ApotekerDraft Peraturan Praktik Dokter Mandiri Untuk merefresh kembali tentang kefarmasian, saya ingin menjelaskan beberapa hal terkait perbekalan farmasi dan tanggungjawab pengelolaan yang diembankan kepada farmasis/apoteker.
Perbekalan farmasi sesuai yang dimuat pada pasal 2, menurut undang-undang no.7 tahun 1963 (tentang farmasi) meliputi:
(a) .Perbekalan Kesehatan dibidang farmasi, adalah perbekalan yang meliputi obat. bahan obat, obat asli Indonesia, bahan obat asli Indonesia, alat kesehatan, kosmetik dan sebagainya,
(d) Alat kesehatan, adalah alat-alat yang diperlukan bagi pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembuatan obat
(e) Pekerjaan kefarmasian, adalah pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.Usaha-usaha untuk keperluan rakyat akan perbekalan kesehatan dibidang farmasi, adalah sebagai berikut :
Usaha-usaha dalam bidang produksi dst, yang meliputi: penggalian kekayaan alam. penanaman tumbuh-tumbuhan, pemeliharaan dan pengembangan binatang yang berguna untuk farmasi, pembuatan bahan-bahan farmasi, pembuatan obat-obat syntetis, pembuatan obat-obat jadi, pembuatan alat-alat kesehatan dan alat-alat yang berhubungan dengan kesehatan, termasuk alat-alat untuk laboratorium dan alat-alat untuk pembuatan obat-obat dan lain-lain.Usaha-usaha dalam bidang distribusi yang dilakukan oleh Pemerintah dan Swasta yang meliputi: alat-alat distribusi, apotek-apotek, rumah obat-rumah obat, toko-toko penyalur obat dan lain-lain. Usaha-usaha penyelidikan (penelitian) oleh Lembaga Farmasi Nasional, Universitas-universitas dan lain-lain.
Usaha-usaha pengawasan oleh Pemerintah, Pusat maupun Daerah. Membentuk dan menggunakan Dewan Farmasi.
Usaha-usaha lain. Menjadi kewajiban dari Menteri Kesehatan guna meningkatkan pelayanan kesehatan melalui usaha-usaha yang telah disebutkan diatas.
Menurut Peraturan pemerintah no.25 tahun 1980 menyebutkan bahwa tugas dan fungsi apotek yaitu: Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Sarana farmasi yang telah melakukan pekerjaan meracik, mengubah bentuk, mencampur, dan menyerahkan obat dan bahan obat Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata Apoteker bekerja berdasarkan kode etik profesi apoteker, beberapa point dari kode etik apoteker tersebut kami kutip dibawah ini.
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini.
Informasi obat pada pasien sekurang-kukrangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, kontra indikasi, toksisitas dan lain sebagainya.
Apoteker memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, sehingga memperbaiki kualitas hidup pasien agar yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker melaksanakan pemantauan penggunaan obat.
Farmasis telah dibekali kemampuan yang memadai setelah melewati jenjang pendidikan kefarmasian dan pendidikan profesi apoteker, sehingga seorang farmasis mengetahui bagaimana obat tersebut diminum, mengetahui efek samping obat, stabilitas obat-obat dalam berbagai kondisi, efek toksisitas obat dan dosisnya, mengetahui tentang cara dan rute pemakaian obat.
Berdasarkan undang-undang no.23 tahun 1992 pasal 53 ayat 2, dimana hak pasien antara lain: Hak untuk mendapatkan informasi Lebih jelas informasi tersebut meliputi :
a. Informasi menyangkut jenis penyakit dan pengobatannya,
b. Informasi mengenai obat yang diberikan pada pasienRancangan Permenkes tentang Praktik Mandiri yang sedang disusun ini tentu bertentangan dengan UU tentang farmasi No.7 tahun 1963 dan undang-undang kesehatan no.23 tahun 1992, juga PP 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian. dimana secara hierarki kedudukan peraturan menteri berada dibawah undang-undang.
Beberapa pasal yang kami kutip dari Peraturan Praktik Mandiri sebagai berikut: Pasal 10
(1)Praktik mandiri dokter yang harus menyediakan obat untuk penanganan kasus kedaruratan medis, (menghilangkan fungsi apotek)
(2) Untuk praktik mandiri dokter gigi, selain menyediakan obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyediakan bahan yang diperlukan untuk tindakan pelayanan gigi. (menghilangkan fungsi apotek)
(3)Jumlah dan jenis obat yang disediakan sebagaimana yang dimaksud bagian yang terpisahkan dari peraturan menteri ini.Pasal 15
(2)Pelayanan kefarmasian dikecualikan terhadap : Untuk penanganan kasus kedaruratan medis sebagai mana dimaksud dalam pasal 10 menyimpan dan menyerahkan obat secara terbatas kepada pasien bagi praktek mandiri dokter di wilayah yang tidak terdapat apotek Wilayah tidak terdapat apotek yg dimaksud wilayah pada ayat (2) disini adalah kecamatan atau desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.Menurut undang-undang yang dimaksud perbekalan farmasi sesuai undang-undang kesehatan adalah : obat narkotika Obat bebas Obat bebas terbatas Obat psikotropika Obat wajib apotek Berbagai masalah pelayanan kesehatan yang marak ditengah masyarakat, misalnya dugaan malpraktik di manado, kasus obat anestesi bupivicain, harusnya menjadi catatan penting bahwa kesalahan sangat mungkin terjadi sehingga proses kontrol, check and balance diperlukan.
Terakhir fenomena kasus vaksin palsu yang menyebabkan kematian balita seharusnya menjadi koreksi dan pembelajaran sekaligus evaluasi bagi Menkes, regulasi harus dikembali diketatkan, guna memastikan terutama pemberian perbekalan farmasi harus ditangani oleh orang yang kompeten dibidangnya dan disalurkan langsung oleh tenaga farmasi sebagai mekanisme check and balance.
Sehingga ketika terjadi kesalahan disektor hulu, farmasi sebagai goal keeper yg bertanggungjawab memastikan dan mengoreksi kesalahan tersebut. Apoteker adalah tenaga kesehatan yang telah menempuh pendidikan kefarmasian dan cakap dalam pengelolaan perbekalan farmasi yang telah diambil sumpah profesi dalam nama tuhan dan atas dasar prinsip kemanusiaan. Ketika sepenuhnya otoritas dari menyimpan hingga mengelola dan menyerahkan perbekalan farmasi (termasuk obat) juga diberikan dalam praktik dokter mandiri hemat saya dinlai sangat overlapping dan memberatkan sejawat dalam pelaksanaan praktik mandiri. Loading kerja mulai dari tanggungjawab pemastian penegakan diagnosis mengidentifikasi penyakit sangat berat yang tidak mudah lalu ditambah mengelola perbekalan farmasi (obat) hingga menyerahkan perbekalan farmasi tersebut tentu akan berdampak pada (high risk) risiko yang lebih tinggi hingga (fatal risk) risiko fatal pada pelayanan kesehatan dalam rangka mengobati pasien.
Sehingga dengan ini saya menuntut agar peraturan tentang peraturan praktik mandiri yang terkait perbekalan farmasi (pengelolaan obat) ayat 10 dan ayat 15 dihapuskan karena sangat bertentangan dengan semangat dalam rangka meningkatkan pengobatan pasien.
Seharusnya solusi yang ditawarkan adalah program penyebaran tenaga kefarmasian ke pusat pelayanan masyarakat bukan menggantikan dan memberi beban berlebih melalui praktik mandiri di desa/kecamatan yang belum tersedia tenaga kefarmasiannya, untuk itu seharusnya pemerintah mengusahakan didaerah perifer seperti Puskesmas perlunya penyediaan apoteker untuk mengelola perbekalan farmasi (termasuk depo obat) melalui program Apoteker masuk Puskesmas dalam rangka melaksanakan perintah konstitusi.
Upaya kementrian kesehatan tentang program nusantara sehat yang mengintegrasikan semua nakes seluruh indonesia, hemat saya perlu diapresiasi penuh, namun tentunya ketika minimnya minat tenaga kesehatan terutama apoteker/farmasis yang terlibat dalam program ini seharusnya menjadi bahan evaluasi. Kami abdikan diri untuk kemanusiaan dengan segala fasilitas yang seadanya diwilayah perifer penjuru negeri, paling tidak kita memperoleh standard yang relevan guna menjamin hak sebagai tenaga kesehatan duta/representasi pemerintah hak-hak prinsip prikemanusiaan bisa terpenuhi, agar maksimal dalam rangka meningkatkan pelayanan pengelolaan dan pemberian perbekalan farmasi (obat) dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Surya Sumantri,S.Si.,Apt. No.Anggota IAI:28071987018600
Sumber : change.org
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.