Tagged: bahan baku obat, bisnis, industri farmasi, industri obat
- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 8 years, 4 months ago by Hafshah.
-
AuthorPosts
-
August 1, 2016 at 12:05 pm #3344
Hai, farmasetikers!
Tingginya persentase impor bahan baku obat dianggap sebagai salah satu faktor mandegnya perkembangan industri farmasi di Indonesia. Namun, pasar industri farmasi Indonesia dinilai belum memadai untuk membangun industri bahan baku obat. Berikut uraian yang dilansir dari tempo.co.
Bagaimana pendapat farmasetikers?
pic: https://priyambodo1971.wordpress.com/
Potensi Industri Farmasi Indonesia Dinilai Kurang Menarik
TEMPO.CO, Jakarta – Upaya pemerintah membuka investasi 100 persen untuk asing pada bidang bahan baku obat hingga saat ini belum membuahkan hasil. Sebab, secara bisnis, pasar farmasi Indonesia dinilai belum menarik.
Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) Parulian Simanjuntak mengatakan pasar farmasi Indonesia saat ini hanya berkisar pada Rp 65 triliun. Angka itu dinilai masih belum cukup ekonomis bagi industri bahan baku obat.
“Pasar bahan baku obat sangat kecil, sekian persen dari pasar farmasi. Untuk melakukan registrasi kan yang boleh cuma pabrik, tapi kapasitas produksi tidak didukung volume penjualan,” ujar Parulian kepada Bisnis, Jumat, 29 Juli 2016.
Akibatnya, hingga saat ini belum ada satu pun investasi yang masuk untuk membangun industri bahan baku obat. Dia juga tidak yakin nantinya industri bahan baku obat dipaksakan berdiri sendiri bila bersaing dengan bahan baku dari Cina dan India. Pembangunan pabrik bahan baku, dia melanjutkan, secara komersial tidak akan efektif, kecuali pemerintah memberikan insentif. Adapun kebutuhan industri farmasi lebih banyak mengandalkan bahan baku kimia yang masih diimpor hingga 90 persen.
Menurut Parulian, negara penghasil bahan baku obat, seperti India, saja mengimpor bahan setengah jadi dari Cina. Hal tersebut juga dilakukan Amerika Serikat.
“Ini sudah merupakan bagian dari globalisasi bisnis. Manfaatnya adalah efisiensi, tapi kerugiannya adalah ketergantungan impor,” kata Parulian.
Menurut Parulian, clinical trials perusahaan multinasional secara total menginvestasikan miliaran dolar. “Bayangkan kalau kita bisa dapat 1 persen saja. Ini bisa membantu perekonomian negara,” tuturnya.
Namun industri dalam negeri masih kekurangan sumber daya manusia untuk mendukung aktivitas riset pada bidang farmasi. Investasi industri bahan baku malah muncul dari perusahaan dalam negeri, yaitu PT Kalbe Farma, yang membangun pabrik bahan baku produk biosimilar.
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Darodjatun Sanusi mengatakan kebijakan tersebut belum membuahkan hasil, padahal dalam mengurus investasi juga dibutuhkan waktu yang lama dan prosedur yang panjang.
“Kebijakan paket X itu sampai sekarang belum ada tanda-tanda investasi masuk untuk sektor bahan baku obat. Sedangkan yang rutin dilakukan industri farmasi dalam negeri prosesnya panjang karena regulasinya ketat dan persyaratannya tidak mudah,” ucap Darodjatun.
Darodjatun menjelaskan investasi yang masuk pada 2015 hingga awal tahun baru akan terealisasi pada 2017, terutama investasi untuk produk baru. Kalaupun ada investasi pada sektor usaha itu, lebih kepada pengembangan produk atau memperbesar kapasitas produksi pabrik.
Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal, pada Januari-Juni 2016, investasi penanaman modal dalam negeri pada sektor industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi mencapai Rp 9,05 triliun serta penanaman asing mencapai US$ 1,5 miliar.
Sumber: tempo.co
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.