Tagged: bahan baku obat, bppt, garam farmasi, impor, inovasi, iptek, paten, produksi obat
- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 8 years, 4 months ago by Hafshah.
-
AuthorPosts
-
August 18, 2016 at 9:55 pm #3561
Hai, Farmasetikers!
Garam farmasi menjadi bahan pertama yang diinovasikan oleh para peneliti BPPT sebagai upaya kemandirian bahan baku obat. Berikut selengkapnya dari beritasatu.com, Kamis (18/08/2016).
Jakarta – Tim garam farmasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) meraih BJ Habibie Technology Award (BJHTA) kesembilan tahun 2016. BJHTA ini diberikan kepada pelaku teknologi berinovasi yang menghasilkan karya nyata.
Sebelumnya, sejak 2008 BJHTA diberikan kepada individu, namun tahun ini tim garam farmasi meraihnya karena dari hasil inovasinya ini mampu mengeluarkan Indonesia dari ketergantungan impor bahan baku obat.
Tim garam farmasi peraih BJHTA 2016 ini terdiri dari tujuh orang perekayasa yang mayoritas memiliki paten. Ketujuh perekayasa dari berbagai latar belakang kompetensi tersebut yakni Imam Paryanto, Bambang Srijanto, Eriawan Rismana, Wahono Sumaryono, Tarwadi, Purwa Tri Cahyana dan Arie Fachruddin.
Kepala BPPT Unggul Priyanto mengatakan, pemberian tertinggi kepada insan pelaku teknologi ini diharapkan mendorong inovasi berikutnya.
Unggul menjelaskan, tahun 2015 impor garam farmasi mencapai 100 persen. Dengan adanya inovasi ini bisa menggantikan impor, 30 persen produksi garam farmasi bisa dihasilkan di dalam negeri.
“Perlu dicatat garam farmasi ini adalah bahan baku obat pertama di Indonesia yang sesuai syarat BPOM,” katanya di sela-sela penganugerahan BJHTA di kediaman Prof BJ Habibie di Jakarta, Kamis (18/8).
Hadir pula dalam penganugerahan tersebut, Presiden Republik Indonesia ketiga Prof BJ Habibie, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dan para peraih BJHTA sebelumnya.
Terkait produksi garam farmasi yang sudah mengantongi paten ini, Unggul menambahkan, saat ini kerja sama dengan PT Kimia Farma sudah memproduksi 2.000 ton per tahun di Watudakon, Jombang. Peresmiannya akan dilakukan September 2016.
Bahkan rencananya kapasitas pabrik akan ditingkatkan menjadi 4.000 ton per tahun. Hal ini diharapkan bisa menyetop impor garam farmasi yang mencapai 6.000 ton per tahun.
Di bidang kesehatan garam farmasi ini dipakai untuk obat infus, oralit. Sedangkan di bidang komestik dipakai untuk sabun dan shampo.
Selain itu lanjut Unggul, BPPT juga menjajaki kerja sama dengan PT Garam untuk menghasilkan garam industri 70.000 ton per tahun. Saat ini impor garam untuk industri dan konsumsi rumah tangga mencapai 2 juta ton per tahun.
Presiden Republik Indonesia ketiga Prof BJ Habibie mengatakan, masa depan bangsa ini ditentukan oleh sumber daya terbarukan.
“Kuncinya iptek. Manusia tanpa iptek tidak adanya artinya. Iptek tanpa manusia tidak mungkin,” ucapnya.
Menurutnya, inovasi ini sangat mendukung untuk membuat Indonesia semakin maju di masa depan.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengungkapkan, pemerintah sudah memperjuangkan kesejahteraan peneliti termasuk pemberian royalti dari paten yang sudah diproduksi.
“Regulasi yang menyangkut masalah inovasi juga sudah dibicarakan dengan Menteri Keuangan. Peneliti dari pemerintah maupun swasta berhak mendapat royalti 40 persen terhadap patennya,” katanya.
Riset pun berbasis output sehingga hal ini mampu melindungi inventor dan inovator memiliki nilai dari yang ditelitinya.
“Mestinya peneliti lebih makmur dari pejabat. Kalau sekarang kebalik. Saya sudah bicara dengan Menteri BUMN, peneliti jangan sampai lari ke luar negeri tapi menjadi sejahtera. Dalam UU Paten pun pemilik paten bisa menikmati royaltinya sampai 20 tahun,” paparnya.
Sumber: beritasatu.com
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.