Tagged: apoteker, vaksin, vaksin palsu
- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 8 years, 3 months ago by farmasetika.com.
-
AuthorPosts
-
June 27, 2016 at 8:15 am #2659
Hi farmasetikers!
Kami merubah redaksional judul sesuai dengan berita dari Kompas.com terkait belum adanya kejelasan keterlibatan Apoteker dalam kasus vaksin palsuBerikut kutipan berita dari kompas.com,
JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidik Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri membongkar sindikat pemalsu vaksin untuk balita.
Dari operasi tersebut, diketahui bahwa sindikat tersebut telah memproduksi vaksin palsu sejak tahun 2003 dengan distribusi di seluruh Indonesia.
“Dari pengakuan para pelaku, vaksin palsu sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Sejak kapannya, yaitu sejak 2003,” ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Agung Setya di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (23/6/2016).
Hingga saat ini, penyidik baru menemukan barang bukti vaksin palsu di tiga daerah, yakni Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.
Agung menjelaskan, pelaku berjumlah 10 orang. Dari 10 orang itu, lima orang bertindak sebagai produsen, dua orang sebagai kurir, dua orang sebagai penjual dan satu orang bertindak sebagai pencetak label vaksin palsu.
Kelompok penjual dan produsen masing-masing mendapat keuntungan paling besar dari praktik ilegal tersebut.
“Untuk produsen mendapat keuntungan Rp 25 juta per pekan. Sementara penjual Rp 20 juta per pekan,” ujar Agung.
Vaksin palsu itu dijual dengan harga miring. Hal inilah yang diduga menjadi alasan vaksin palsu tersebut cukup laku di pasaran.
Kini, penyidik tengah menyelidiki apakah ada oknum dari rumah sakit, puskesmas, atau klinik kesehatan yang turut terlibat dalam sindikat tersebut atau tidak.
Agung mengatakan, pengadaan vaksin di tempat pelayanan kesehatan mempunyai mekanisme sendiri yang diatur oleh BPPOM.
Gabungan cairan tetanus dan infusAgung menjelaskan, pelaku, khususnya kelompok produsen, kebanyakan merupakan lulusan sekolah apoteker.
Namun, mereka tidak menerapkan standar yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dalam memproduksi vaksin itu.
Misalnya, cairan yang mereka gunakan sama sekali bukanlah cairan yang seharusnya menjadi bahan baku vaksin.
Dari penggeledahan dan pemeriksaan yang dilakukan kepolisian, diketahui para pelaku menggunakan cairan antitetanus dicampur dengan cairan infus sebagai bahan dasar vaksin palsu tersebut.
“Zat dasarnya dua itu. Cairan infus dan antitetanus. Dia campur, lalu dimasukkan ke dalam botol bekas. Untuk seperti sempurna, ada alat pengemasan dan diberikan label palsu juga. Setelah itu, baru didistribusikan,” ujar Agung.
Selain itu, vaksin tidak dibuat di laboratorium yang higienis, tetapi di sebuah gudang yang “disulap” menjadi tempat peracikan vaksin.
Farmasi itu bukan hanya masalah uang, menjual dan memproduksi obat layaknya menjual makanan.
Jika benar pembuat produsen itu seorang Apoteker, maka ingatlah Sumpah Apoteker yang dilafalkan ketika menyandang gelar Apoteker,
SAYA BERSUMPAH / BERJANJI AKAN MEMBAKTIKAN HIDUP SAYA GUNA KEPENTINGAN PERIKEMANUASIAAN TERUTAMA DALAM BIDANG KESEHATAN.
SAYA AKAN MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU YANG SAYA KETAHUI KARENA PEKERJAAN SAYA DAN KEILMUAN SAYA SEBAGAI APOTEKER.
SEKALIPUN DIANCAM, SAYA TIDAK AKAN MEMPERGUNAKAN PENGETAHUAN KEFARMASIAN SAYA UNTUK SESUATU YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM PERIKEMANUSIAAN.
SAYA AKAN MENJALANKAN TUGAS SAYA DENGAN SEBAIK – BAIKNYA SESUAI DENGAN MARTABAT DAN TRADISI LUHUR JABATAN KEFARMASIAN.
DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN SAYA, SAYA AKAN BERIKHTIAR DENGAN SUNGGUH – SUNGGUH SUPAYA TIDAK TERPENGARUH OLEH PERTIMBANGAN KEAGAMAAN, KEBANGSAAN, KESUKUAN, KEPARTAIAN, ATAU KEDUDUKAN SOSIAL.
SAYA IKRAR SUMPAH / JANJI INI DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH DENGAN PENUH KEINSYAFAN
Berikut foto rumah mewah salah satu produsen yang beredar di media sosial saat ini
- This topic was modified 4 years, 5 months ago by farmasetika.com.
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.