- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 7 years ago by farmasetika.com.
-
AuthorPosts
-
September 18, 2017 at 5:43 am #7202
Hi farmasetikers!
Pasca kasus obat PCC, 5 tersangka ditetapkan Polisi termasuk 2 diantaranya adalah apoteker dan asisten apoteker di salah satu apotek di Kendari. Kuasa hukum, Ketua IAI Sulawesi Tenggara, dan Apoteker mempertanyakan status tersangka dan membantah adanya transaksi Tramadol tanpa resep dokter.5 Orang jadi tersangka pengedar pil PCC, satu apoteker
Merdeka.com – Polisi menjadikan lima orang sebagai tersangka pengedar pil PCC di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Sampai saat ini sebanyak 47 orang menjadi korban dan satu meninggal dunia.
Tim gabungan dibentuk terdiri dari BNNP Sultra, Ditintelkam, Ditnarkoba dan Reserse Kendari untuk ungkap pelaku dan jaringan. “Telah dilakukan penangkapan beberapa,” kata Kabagpenum Mabes Polri Brigjen Rikwanto, Kamis (14/9).
Para tersangka yakni, Risna (27), wiraswata, Frety Ananda (33), swasta, Sara Tasia, (39), swasta, Waode Yuniati Kasmia Arief (34), apoteker dan Amalia, (19), asisten apoteker. Para tersangka ditangkap di tempat terpisah dan waktu berbeda.
“Tersangka berprofesi sebagai apoteker dan asisten apoteker ditangkap di TKP apotek Qiqa Jalan Sawo, Kota Kendari dengan barang bukti obat jenis tramadol sebanyak 1. 112 butir,” jelasnya.
720 Butir barang bukti dibuang di belakang rumah. 923 Butir juga dibuang ke belakang rumah, lalu 988 butir di dalam lemari baju plastik. Ditemukan juga uang Rp 735.000, plastik klip sebanyak 2.800/pcs, 8 buah toples putih, bekas tempat obat warna putih.
“Total keseluruhan obat pil tersebut 2.631 butir,” tandasnya.
Sumber : merdeka.com
Apoteker di Kendari Bantah Ada Transaksi Obat PCC di Apoteknya
Kendari – Kuasa hukum apoteker berinisial WYK memprotes penangkapan kliennya terkait obat PCC di Kendari. Ia membantah ada jual beli obat bermasalah itu.
Fathilah selaku kuasa hukum apoteker berinisial WYK, yang ditangkap Polda Sultra pada 13 September malam, mengatakan penangkapan kliennya tanpa saksi yang kuat. Menurutnya tidak ada jual beli obat PCC di tempat kliennya.
“Malam itu memang ada dua anggota polisi yang berpakaian sipil datang ke Apotik QQ untuk mempertanyakan PCC, namun asisten apoteker dengan inisial A alias L menjawab bahwa tidak ada PCC. Kemudian kembali bertanya, kalau tramadol ada? Si asisten menjawab ada, namun Tramadol harus dibeli dengan resep dokter. Tetapi anggota polisi tersebut mengatakan ingin melihat Tramadol, lalu diambilkan Tramadol dengan posisi masih tersegel,” jelasnya, Sabtu (16/9) di cafe Kopi Kita, Kendari.
Setelah si asisten tersebut memperlihatkan Tramadol, kemudian polisi melakukan penyitaan yang juga disusul dengan anggota BNN. Padahal sebelumnya asisten telah menegaskan bahwa Tramadol harus dibeli dengan resep dokter. Fathillah juga menyayangkan apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang terkesan terburu-buru menetapkan WYK dan A sebagai tersangka.
“Sebenarnya malam itu WYK sedang lepas tugas, namun ia dipanggil karena ia adalah seorang apoteker yang bertanggung jawab di apotek tersebut. Sekali lagi belum terjadi transaksi,” tegasnya.
Dikatakan pula, penangkapan dan penyitaan malam itu tidak disaksikan oleh masyarakat atau RT, sehingga pihaknya merasa sangat dirugikan. Apalagi Tramadol masih merupakan jenis obat yang legal diperjualbelikan di seluruh apotik.
“Ia (WYK-red) saat ini baik-baik saja dan masih percaya diri karena ia merasa sama sekali tidak bersalah. Apa yang dituduhkan kepadanya sama sekali tidak benar,” katanya.
WYK dan A ditahan pada malam tanggal 13 September dan Polda Sultra mengumumkan penetapan kedua tersangka pada esoknya yakni 14 September, dengan dugaan melakukan jual beli Tramadol tanpa disertakan resep dokter.
Pihak kepolisian juga telah menyita sebanyak 1.112 pil Tramadol sebagai barang bukti. Penyitaan dan penangkapan yang dilakukan kepolisian hari itu berdasarkan keterangan dari keluarga korban, dimana selama beberapa hari terakhir di Kota Kendari terdapat puluhan remaja yang menjadi korban obat berbahaya yang diindikasikan telah mengkonsumsi PCC dan Tramadol dengan berlebihan sehingga menyebabkan kejang-kejang, halusinasi dan hilang kesadaran.
Sementara itu di tempat terpisah, Dirjen Pengendalian Penyakit Kemenkes dan Dirjen Pelayanan Kefarmasian Kemenkes melakukan rapat koordinasi. Dirjen Pengendalian Penyakit Kemenkes, Mohammad Subuh meminta agar ada satuan tugas khusus yang bertanggung jawab untuk memberantas adanya peredaran obat berbahaya.
“Saya minta kepada seluruh peserta rapat yang hadir hari ini, agar segera membantuk satgas, sehingga obat-obat berbahaya yang menyebabkan anak-anak kita kehilangan kesadaran tidak lagi terjadi dan tidak meluas,” pintanya.
Pernyataan tersebut dipertegas oleh Dirjen Pelayanan Kefarmasian, Maura Linda Sitanggang, bahwa pemerintah harus segera mengambil langkah cepat dan tepat.
“Kita jangan berlama-lama, jangan sampai jika dibiarkan ke depannya akan jatuh korban lain lagi, jadi harus segera ditangkap dan dihentikan,” katanya
Sumber : detik.com
Kuasa Hukum Protes Penetapan Tersangka Apoteker Yang Dituding Menjual Tramadol Tanpa Resep Dokter
[caption id="attachment_7203" align="alignnone" width="715"] TERSANGKA NARKOBA – Kuasa hukum tersangka Y, Fatahillah mempertanyakan status penetapan tersangka klienya oleh Kepolisian Daerah (polda) Sulawesi Tenggara (Sultra). Y merupakan apoteker yang diamankan kepolisian pada 13 September 2017 lalu karena diduga menjual obat Tramadaol tanpa resep dokter. (Lukman Budianto/ZONASULTRA.COM)[/caption]
ZONASULTRA.COM,KENDARI – Kuasa hukum tersangka Y, Fatahillah mempertanyakan status penetapan tersangka klienya oleh Kepolisian Daerah (polda) Sulawesi Tenggara (Sultra). Y merupakan apoteker yang diamankan kepolisian pada 13 September 2017 lalu karena diduga menjual obat Tramadaol tanpa resep dokter.
Fatahilah menegaskan penetapan tersangka yang dilakukan Polda Sultra terhadap klienya itu terkesan terburu-buru. Selain itu, Fatahilah menganggap penahanan terhadap tersangka Y, tidak sesuai dengan prosedur. Fatahillah menilai penanganan kasus yang membelit kliennya banyak kejanggalan.
Fatahilah menceritakan, Pada tanggal 13 September 2017,pukul 19.30 Wita, Y sedang tidak berada di apotek. Yang ada hanya AL. Perempuan ini merupakan asisten Y. Fatahillah mengatakan semua yang disampaikan oleh kepolisian saat menggelar rilis penangkapan tersangka pengedaran PCC seluruhnya merupakan versi kepolisian.
“Pada saat kejadian, polisi datang dengan pakaian biasa menanyakan obat PCC. Namun petugas apotek (AL) mengatakan PCC tidak dijual, dan memang tidak ada,” kata Fatahilah di Kota Kendari, Selasa (16/9/2017) sore.
Lanjut Fatahilah, polisi kemudian menanyakan obat lain yakni tramadol. AL menjawab ada, dan kemudian pihak kepolisian meminta AL menunjukan tramadol yang dimaksud. Saat itulah anggota polisi yang sedang melakukan under cover langsung menyita tramadol yang ada di apotek.
Setelah menyita tramadol yang masih tersegel dalam kemasan tersebut, pihak kepolisian kemudian menelpon apoteker Y yang saat itu tidak berada di apotek. Setelah Y datang, Y kemudian dibawa ke Polda Sultra dan keesokan harinya Y ditetapkan sebagai tersangka.
Fatahilah juga membantah keterangan pihak kepolisian kepada sejumlah media yang mengatakan apotek Q telah menjual obat tramadol tanpa izin dokter. Hal lain yang juga janggal bagi Fatahilla adalah pada saat penggeledahan di TKP, kepolisian tidak menunjukan surat penggeledahan dan mendatangkan saksi.
“Saat polisi datang waktu itu, memang dia pura-pura mau beli tramadol. Namun petugas apotek tidak memberikan obat tramadol dengan alasan harus ada izin dokter,” tambah Fatahilah.
“Kalau polisi bilang dijual bebas, siapa saksinya, dan siapa saksi yang telah diperiksa, kan tidak ada,” jelas Fatahilah.
Di tempat yang sama, Ketua Organisasi Profesi Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia Sulawesi Tenggara, Harmawati ikut menyesalkan penetapan tersangka terhadap salah satu apoteker. Kata Harmawati, yang dilarang peredarannya adalah PCC. Sementara tramadol adalah obat yang bisa dijual dengan izin dokter.
“PCC ini kan bukan obat. Tidak mungkin dijual di apotek. Yang jadi masalah sekarang, kabar yang beredar di beberapa media, seakan-akan PCC ini dijual di apotek,” kata Harmawati.
Dengan itu, IAI Sultra bersama kuasa hukum Y meminta kepada Polda Sultra untuk melakukan penangguhan penahanan terhadap Y. Polisi juga diminta untuk melakukan penyelidikan lebih menyeluruh karena sejauh ini dari puluhan korban belum ada bukti yang menunjukan jika puluhan warga kota yang dirawat di rumah sakit karena kehilangan kesadaran disebabkan mengkonsumi tramadol.
“Kita akan tindak lanjuti ini. Kami masih melakukan koordinasi dengan beberapa rekan-rekan kami dan juga pihak apoteker yang ada di Sultra,” pungkas Fatahilah.
Seperti diketahui pada Kamis pekan ini Kepolisian merilis lima tersangka warga Kota Kendari yang dituding sebaga penjual dan pengedar Tramadol serta tablet PCC. Dari ke lima tersangka yang semuanya perempuan itu dua merupakan merupakan petugas apotek adalah Y sebagai berprofesi sebagai apoteker dan AL bekerja sebagai asisten apoteker.
Sumber : zonasultra.com
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.