Tagged: apoteker, bbpom, bpom, formav-D, mantan apoteker
- This topic is empty.
-
AuthorPosts
-
April 15, 2020 at 2:22 pm #30900
hi farmasetikers!
Sejak kapan profesi apoteker bisa menjadi “mantan apoteker”? beberapa pemberitaan akhir-akhir ini dimana warga pontianak yang diberitakan sebagai “mantan apoteker” megklaim produk racikannya bernama Formav-D berhasil sembuhkan dirinya dari COVID-19.Formav-D belum terdaftar di Badan POM, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar dan Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Kalbar menggerebek kediaman seorang pria inisial FL di Jalan Tanjung Raya II, Pontianak Timur, Kalimantan Barat, Rabu (15/4/2020).
Cek Fakta: Obat Temuan Warga Pontianak Belum Terbukti Klinis Atasi COVID-19
[caption id="attachment_30858" align="alignnone" width="640"] Gambar Tangkapan Layar Berita Tentang Warga Pontianak Temukan Obat Corona[/caption]
Liputan6.com, Jakarta – Kabar tentang seorang warga Pontianak, Kalimantan Barat yang berhasil menemukan obat corona COVID-19 beredar di media sosial. Kabar ini disebarkan situs suarapemredkalbar.com lewat artikel berjudul “Obat Corona Ditemukan Orang Pontianak”.
Berikut isinya:
PONTIANAK, SP – Mantan apoteker dan penemu obat Demam Berdarah Dengue (DBD) asal Pontianak, Fahrul Lutfi meyakini bahwa virus corona (Covid-19) dalam tubuh pasien yang terjangkit bisa dibunuh atau disembuhkan dengan obat DBD hasil temuannya 10 tahun yang lalu itu.
Kata dia, meskipun belum bisa dinyatakan sebagai obat khusus Covid-19, namun obat yang diberi nama Formav-D ini merupakan obat alternatif dan sudah teruji efektif ketika dikonsumsi oleh beberapa Orang Dalam Pemantauan (ODP), bahkan dirinya yang beberapa waktu lalu mengalami gejala terjangkit virus tersebut.
Keyakinan atas keampuhan obat ini berawal dari sembuhnya ia dari gejala-gejala virus tersebut. Dia bercerita, tepat 27 Februari 2020 kemarin, ia sedang berada di Bali. Sehari setelahnya gejala seperti demam tinggi dan batuk-batuk mulai menyerang tubuhnya. Bahkan, dahak yang keluar berwarna hitam pekat. Perasaan khawatir terjangkit virus itu mulai menghantui. Apalagi saat itu dirinya banyak berinteraksi dengan orang banyak.
“Saya kaget selama ini dahak warnanya putih, kuning atau hijau. Lalu kenapa ini hitam. Makanya saya berasumsi bahwa saya terjangkit virus corona, apalagi di Bali itu banyak orang asing dan saya berinteraksi dengan mereka,” kata dia saat ditemui Suara Pemred di kediamannya, Sabtu (4/4).
Tak menunggu waktu yang lama setelah mengkonsumsi obat itu, kondisi tubuhnya kemudian berangsur sembuh. Namun, gejala yang sama ternyata juga dialami asisten pribadinya yang kebetulan ikut ke Bali.
“Asisten saya mengalami gejala yang sama, artinya kita terinfeksi. Saya berikan obat itu, demamnya hilang dan batuknya hilang,” ungkapnya.
Tak berhenti di situ, beberapa hari lalu dirinya diminta untuk memberikan obat itu kepada ODP yang berinteraksi langsung dengan salah seorang pasien positif virus corona di Pontianak yang telah meninggal. Sebelum dilakukan tes untuk mengetahui terjangkit atau tidak, ODP yang berjumlah lima orang itu dimintanya untuk mengkonsumsi obat tersebut.
“Setelah dilakukan pemeriksaan dan hasilnya negatif (tidak terjangkit) walaupun mereka kontak langsung dengan pasien Covid-19 itu. Dengan dasar itulah saya berfikir bahwa virus ini dapat dibunuh dengan anti virus yang saya temukan 10 tahun yang lalu,” yakinnya.
Seperti yang diketahui, Covid-19 ini merupakan virus influenza. Berbeda dengan virus-virus flu lainnya yang bisa disembuhkan dengan mengkonsumsi obat demam biasa, istirahat cukup dan dapat sembuh dengan sendirinya, namun tidak dengan virus corona ini.
Kata Lutfi, seiring berkembangnya jaman, virus-virus ini mulai bermutasi atau berubah sifat seperti virus-virus terdahulunya yaitu Flu Hongkong, Flu Burung, MERS, SARS dan lainnya.
“Mereka seperti berevolusi dan muncullah virus corona yang berevolusi dari virus biasa yang tidak mematikan, kemudian menjadi virus yang mematikan,” terangnya.
Dia mengatakan, Covid-19 ini merupakan sebuah virus yang terdiri dari dinding sel protein. Untuk membunuhnya, maka diperlukan sebuah obat yang mampu menghancurkan dinding-dinding sel itu.
Secara kimia, diakuinya bahwa hingga saat ini belum ada satupun obat yang mampu bekerja menghancurkan dinding sel itu. Namun secara alami, yakni dengan Formav-D ini mampu menghancurkan dinding sel itu, karena pada dasarnya kandungan dalam obat ini adalah enzim.
“Seperti virus DBD, HIV atau virus apapun baik yang menyerang kulit, pencernaan, sistem kekebalan tubuh dan yang terbaru ini Covid-19 ini. Sudah saya buktikan ternyata efektif,” tegasnya.
Dia mengatakan, dalam waktu dekat ini dirinya akan berkoordinasi dengan Walikota dan instansi terkait untuk membahas penanganan Covid-19 di Pontianak. Kerjasama penanggulangan virus ini akan dilakukan. Untuk itu, dia meminta agar masyarakat tidak khawatir dan takut terhadap virus tersebut.
“Jadi sekarang saya yakinkan kepada warga Pontianak jangan khawatir, jangan takut lagi dengan virus Corona. Virus ini bisa kita bunuh dengan obat ini (Formav-D). Silahkan lakukan aktivitas biasa. Jika ada yang terinfeksi saya akan berikan obat ini,” tutupnya.
Menurutnya, selama belum ditemukan obat untuk suatu penyakit, maka tidak ada salahnya mencoba Formav-D. Diketahui obat tersebut sudah digunakan oleh masyarakat Kota Pontianak dalam menyembuhkan pasien DBD dan tipes.
“Mungkin saja Covid-19 dengan Formav-D menjadi salah satu solusinya,” katanya.
Menurut Luthfi, Formav-D ditemukan pada tahun 2006 secara tak sengaja. Setelah dikenal karena keampuhannya, pada tahun 2010 semakin banyak yang menggunakan Formav-D untuk pengobatan penyakit DBD dan typus. Kini, ia siap jika temuan obatnya diujicobakan kepada pasien suspect atau positif corona (Covid-19).
Luthfi berhasil menemukan obat Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cukup mujarab. Obat yang diberi nama Formav-D itu diklaim berhasil mengobati puluhan penderita DBD dan malaria. Keampuhan Formav-D bahkan sudah tersebar ke sejumlah daerah dan permintaan semakin bertambah.
Sang penemu itu adalah Fachrul Luthfi. Dia pernah bekerja sebagai asisten apoteker dalam meracik obat herbal di sebuah perusahaan farmasi di Pontianak selama 13 tahun.
“Tahun 2006 secara tidak sengaja saya meracik dua jenis obat tradisional asli Indonesia dan dari luar negeri,” kata Lutfi.
Ketika itu, ada anak dari seorang sahabatnya mengidap penyakit DBD, kemudian Luthfi memberikan obat hasil racikannya kepada anak itu. Setelah mengkonsumsi herbal tersebut, selang beberapa waktu suhu tubuh anak itu kembali normal. Kemudian keesokan harinya diperiksakan ke dokter, anak itu dinyatakan sembuh total.
“Sejak saat itu saya mensosialisasikan Formav-D untuk membantu teman-teman dan kerabat yang terserang DBD,” kata Lutfi.
Sumber : liputan6.com
BBPOM Kalbar: Penemu Formav-D disarankan daftarkan produknya ke BBPOM
Pontianak (ANTARA) – Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOm) Provinsi Kalbar menyarankan kepada masyarakat yang mengklaim menemukan racikan Formav-D untuk mengobati DBD dan COVID-19, agar mendaftarkannya ke BBPOM.
“Hingga saat ini produk itu (Formav-D) belum terdaftar di BBPOM, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku obat tradisional juga harus didaftarkan, apalagi produknya sudah berbentuk kapsul maka juga harus didaftarkan atau harus mengikuti aturan,” kata Plt BBPOM Kalbar, Ketut Ayu Sarwutini di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan, alasan didaftarkan ke BBPOM, selain untuk melihat apakah benar produk tersebut bermanfaat, juga untuk melihat keamanannya seperti apa, dan mutunya juga bisa dilihat. “Sementara itu pak Fachrul Lutfhi (peracik obat itu) tidak mau membukanya, karena menurut dia rahasia,” ungkapnya.
Karena, menurut Ketut, dalam hal ini komposisinya harus diketahui, untuk dilakukan kajian, meskipun termasuk obat tradisional, contohnya tidak boleh memasukkan golongan ganja atau lainnya dalam obat tersebut.
“Minimal dari awal formulanya seperti apa, tetapi dalam pertemuan tadi mengalami kebuntuan, karena menurut beliau (Lutfhi) rahasia sehingga mengalami kebuntuan di situ,” ujarnya.
Menurut dia, pihaknya cukup senang kalau ada masyarakat yang menemukan obat yang bisa menyembuhkan. “Senang sekali kalau memang ada, tetapi saran saya aturan harus diikuti, karena harus ada kajian, dan tidak boleh menurut asumsi, hal itu demi menjamin keamanan masyarakat,” katanya.
Dalam hal ini, pihaknya kembalikan pada masyarakat. “Pihaknya sebagai pemerintah dalam hal ini, kalau ada yang menyatakan sembuh tidak cukup, tetapi apakah produk itu aman atau tidak,” katanya.
Jangan, menurut dia, ada yang sembuh, tetapi menimbulkan dampak yang baru. Sehingga, pihaknya mendukung dan siap mengawal kemajuan usaha masyarakat itu. “Dalam situasi seperti ini, prosesnya akan dipercepat, asalkan semua persyaratan dipenuhi,” katanya.
Sebelumnya, Fachrul Lutfhi, penemu Formav-D asal Kota Pontianak, mempersilahkan pihak terkait untuk mengujicobakan temuan yang selama ini ia gunakan sebagai obat bagi penderita demam berdarah dengue ke pasien positif ataupun suspect COVID-19 di Kalbar.
“Di China sendiri, belum ada obat kimia untuk mengobati pasien COVID-19. Paramedis di China menggunakan obat tradisional bagi pasien COVID-19,” katanya.
Menurut dia, selama belum ada obat untuk suatu penyakit, maka dapat menggunakan formula tertentu asalkan dari sisi jaminan kesehatan tidak bermasalah.
Ia melanjutkan, selama ini masyarakat Kota Pontianak dan sekitarnya sudah mengenal Formav-D untuk menyembuhkan pasien DBD dan tipes khususnya.
“Mungkin saja COVID-19 dengan Formav-D menjadi salah satu solusinya,” kata Lutfi.
Lutfi bercerita, ia baru pulang dari Pulau Bali pada akhir Februari lalu setelah menginap selama lima hari.
Pada hari ketiga, ia mengalami demam lalu batuk-batuk disertai dahak yang kental berwarna hitam. Ia lalu minum Formav-D yang selalu dibawanya dan hasilnya ia tak lagi demam dan batuk.
Ia pun siap jika memang Formav-D tersebut akan digunakan untuk pasien suspect atau positif COVID-19.
Lutfi menemukan formulasi untuk Formav-D pada tahun 2006 secara tak sengaja. Pada tahun 2010 semakin banyak yang mengetahui Formav-D terutama untuk penyakit DBD dan tipes.
Sumber : antara.com
BREAKING NEWS – Petugas Gabungan Gerebek Rumah Seorang Pria di Pontianak Timur
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar dan Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Kalbar menggerebek kediaman seorang pria inisial FL di Jalan Tanjung Raya II, Pontianak Timur, Kalimantan Barat, Rabu (15/4/2020).
FL adalah orang yang mengklaim penemu obat herbal bernama Formav-D dan diusulkan ke pemerintah untuk diteliti sebagai obat pembunuh Virus Covid-19.
Petugas BPOM memeriksa serta mendata obat-obatan hasil racikan FL, kemudian memasukkan dalam kotak-kota kardus yang akan dibawa ke Balai POM untuk diperiksa kandungan lebih lanjut.
Beberapa petugas lainnya juga bertugas menanyakan sejumlah obat dalam rumah sang pemilik.
Sementara FL sendiri terlihat tenang menjawab semua pertanyaan dari petugas BPOM tersebut.
Ia menjelaskan kandungan obatnya merupakan obat herbal yang aman untuk digunakan.
Ia juga menerangkan obatnya juga termasuk jamu dan tidak akan membahayakan.
Menurutnya obat itu diracik dari bahan-bahan alami yang ditemukan di pasaran.
Sampai saat ini petugas BPOM masih mengemaskan obat-obatan alternatif milik FL.
Sumber : tribunpontianak.co.id
Obat Corona Ditemukan Mantan Apoteker di Pontianak
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.