Tagged: bpom, izin edar obat, kemenkes, menkes, Terawan Agus Putranto
- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 4 years, 9 months ago by farmasetika.com.
-
AuthorPosts
-
December 13, 2019 at 9:14 am #21049
Hi farmasetikers!
Keinginan Menteri Kesehatas (Menkes) RI, Terawan Agus Putranto, untuk mengambil alih kewenangan Izin Edar Obat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kepada Kementrian Kesehatan nampaknya urung dilakukan berdasarkan hasil diskusi dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.Rapat Bersama Komisi IX DPR RI, Menkes Setuju Izin Edar Obat Dikelola BPOM
Medikastar.com
Persoalan mengenai Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Terawan Agus Putranto yang berencana mengambil alih wewenang pemberian izin edar obat yang sebelumnya dikelola oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk dikembalikan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pelahan-lahan mulai menemukan jalan keluarnya.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena saat menghadiri pencanangan Pembangunan Zona Integritas di lingkungan kantor BPOM di Kupang, Rabu (11/12/19) mengatakan bahwa terkait ijin edar obat tersebut Komisi IX DPR RI bersama Kemenkes bersama-sama berupaya mencari jalan keluar terbaik.
[caption id="" align="alignnone" width="1024"] Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena[/caption]
Menurutnya, dalam Rapat Komisi IX DPR RI dengan Kemenkes, Senin (09/12/19) Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto telah menyetujui bahwa izin edar obat dikembalikan untuk tetap dikelola oleh BPOM.
“Kemarin kami berdebat dan berdiskusi panjang sampai jam setengah 4 pagi, belum putus juga. Syukur kemarin kita bicarakan dengan pak menkes, khusus soal ini, balik ke Perpres di Perpres (No.80 tahun 2017) yang mengatakan bahwa BPOM punya kewenangan itu. Sudah dibicarakan dengan pak menkes, sudah balik lagi (ke BPOM),” kata Melki.
“Kita rapat dengan pak menkes dari jam 2 siang sampai jam setangah 4 pagi, salah satunya tentang ijin edar ini, pak menkes sudah setuju,” katanya lagi.
Oleh karena itu, dirinya mengatakan bahwa apabila wewenang pemberian izin edar obat telah disetujui oleh Menkes untuk dikembalikan ke BPOM, maka BPOM perlu terus berbenah diri.
“Kami juga mengingatkan ibu Penny dan semua deputi, tolong berbenah. Kita berbenah di internal BPOM. Jadi kalau ada hal-hal yang masih kurang terkait dengan tata kelola, kerja kita, tolong diperbaiki. Sehingga pak menkes sudah serahkan ini, kita buktikan bahwa BPOM bisa,” katanya.
Melki juga mengatakan bahwa BPOM perlu membuktikan diri agar sesuai dengan apa yang diminta oleh Presiden RI, Joko Widodo, yakni mempermudah pelayaan bagi masyarakat.
“Pak Jokowi ini kan satu saja keinginannya; kalau bisa dipermudah, jangan dipersulit, di semua sektor,” ungkapnya.
Sebelumnya, sebagaimana ramai diberitakan oleh media, Menkes Terawan berencana untuk mengambil alih wewenang pemberian izin edar obat yang sebelumnya dikelola oleh BPOM untuk dikembalikan ke Kemenkes. Dirinya menyebut alasan pengambil alihan wewenang pemberian ijin edar ialah untuk efisiensi. Selain itu, menurutnya, hal tersebut juga dimaksudkan untuk membuka peluang investasi agar harga obat bisa diturunkan. (*/red)
Sumber : medikastar.com
Komisi IX DPR RI: Kewenangan Izin Edar Obat Harus Dipegang BPOM
JAKARTA, INFOBRAND.ID – Wacana mengembalikan kewenangan izin edar obat dari Badan POM (BPOM) kepada Kementerian Kesehatan mendapat penolakan dari anggota dewan pusat. Menurut Wakil Ketua Komisi IX Emanuel Melkiades Laka Lena, bahwa BPOM selama ini telah menjalankan fungsinya dengan baik dengan membangun fasilitas, sumber daya manusia, peralatan di berbagai daerah untuk memastikan obat dan farmasi yang beredar di masyarakant sudah memenuhi standart dan tidak membahayakan.
“Izin edar obat bukan sekedar tentang masalah kewenangan antara lembaga, namun lebih kepada masalah regulasi dan pelaksanaan regulasi. Bahwa kewenangan itu ada di Kementerian Kesehatan, itu memang benar. Namun selama ini sudah diberikan pada BPOM dan menjadi bagian dari tugas keseluruhan lembaga ini,” tuturnya di Jakarta (12/12).
Menurutnya, obat adalah komoditi yang bersifat spesifik dan harus ditangani terpisah. Berbeda dengan komoditi lain yang lebih mudah mendapatkan izin edar, obat harus mendapatkan perlakuan khusus sehingga sudah memenuhi standart kesehatan dan tidak membahayakan masyarakat.
“Bahwa ada kekurangan tentu harus diperbaiki. Selama ini sudah dijalankan dengan baik dan kalau pun ada satu dua kasus, masih dalam batasan yang bisa ditangani dengan baik”
Politisi Partai Golkar ini menambahkan, jika izin dikembalikan ke Kementerian Kesehatan dengan situsasi seperti sekarang, tentu Indonesia akan mundur ke belakang.
“Mungkin ada kecepatan dari sisi mengeluarkan izin edar, tapi masalah utama yang menjadi ukuran adalah keselamatan dan keamanan. Ini akan menjadi masalah yang serius. Sebaiknya dalam situasi seperti sekarang, yang terbaik adalah BPOM harus membenahi birokrasinya.”
Ia menambahkan, jika merujuk pada standart dunia, di seluruh negara tanpa kecuali, izin edar obat tidak pernah dikelola oleh regulator seperti Kemenkes. Semuanya menyerahkan pada lembaga pelaksana.
“Saya belum ketemu ada negara di mana regulator berperan sekaligus sebagai pelaksana. Justru kita akan mundur ke belakang kalau izin edar ini kembali ke Kemenkes. Dan presiden Jokowi sendiri pun ingin agar BPOM seperti FDA di Amerika, yang benar-benar memastikan ketersediaan obat yang layak dikonsumsi dan tidak membahayakan masyarakat. Jadi yang perlu kita perbaiki saat ini adalah tata kelola yang kompatibel dengan tata kelola dunia,” ungkap anggota dewan dari dapil Nusa Tenggara Timur ini.
Otoritas Luas
Menyinggung tentang Rancangan Undang-Undang Pengawas Obat dan Makanan (RUU Waspom) yang sempat tertunda pada periode DPR sebelumnya, Melki berharap bahwa RUU ini bisa menjadi UU di masa sidang berikutnya.
“Saat ini RUU Waspom masih menjadi pembahasan antara Kementerian Kesehatan dan Badan POM. Ada wacana dari Menteri bahwa jika BPOM akan diberikan kewenangan yang lebih luas, tentu istilah pengawasan perlu diubah. Nantinya otoritas BPOM lebih luas dari sekedar mengawasi,” katanya.
BPOM haruslah diberikan kewenangan tambahan karena menyangkut keseharian masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang berjumlah lebih dari 200 juta jiwa.
“Ini wacana yang menarik untuk kita diskusikan dengan pemerintah. Bisa jadi nantinya BPOM berubah menjadi badan otoritas obat dan makanan yang tanggung jawabnya mulai dari perizinan sampai penindakan.”
Melki mengambil contoh BNP2TKI yang akan berganti nama menjadi Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Menurutnya, istilah TKI saat ini sudah tidak lagi relevan dan kurang tepat. Menggantikannya dengan istilah pekerja migran akan memberikan dampak hukum dan kewenangan yang berbeda bagi lembaga tersebut.
Sumber : infobrand.id
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.