Tagged: apoteker, Carisoprodol, Obat PCC, Tramadol
- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 7 years, 3 months ago by farmasetika.com.
-
AuthorPosts
-
September 14, 2017 at 7:04 pm #7178
Hi farmasetikers!
Kasus penyalahgunaan obat keras kembali menelan korban dirawat di Rumah Sakit bahkan korban jiwa. Kali ini obat PCC ato Somadril (paracetamol, caffein, carisoprodol) dan tramadol. Hingga saat ini, seorang asisten apoteker dan apoteker yang tidak mampu memperlihatkan resep dokter dari 1.112 pil Tramadol diamankan polisi di salah satu apotek di Kendari.Kandungan Obat PCC: Dari Obat Sakit Jantung sampai Penghilang Sakit
Jakarta – Obat PCC yang dikonsumsi 50 orang di Kendari, Sulawesi Tenggara, dapat membuat kejang-kejang dan seluruh badan sakit. PCC termasuk kategori obat keras.
“Obat yang dikonsumsi itu PCC singkatan paracetamol, caffeine, dan carisoprodol,” kata Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari di gedung BNN, Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (14/9/2017).
Obat ini biasanya digunakan sebagai penghilang rasa sakit dan untuk obat sakit jantung. PCC tidak bisa dikonsumsi sembarangan, harus dengan izin atau resep dokter.
“Menurut literatur yang kami peroleh memang kandungan obat ini sementara ini bukan merupakan narkotik dan juga bukan yang sekarang ini tersebar di tengah masyarakat adalah jenis Flakka, bukan,” ujarnya.
Flakka berbeda dengan pil PCC, yang digunakan anak sekolah di Kendari. Selain itu, BNN akan melakukan uji laboratorium untuk memastikan lagi kandungan pil PCC yang digunakan anak sekolah itu.
“Ini sedang dalam penyelidikan kita dan tadi saya bicara dengan kepala laboratorium BNN supaya segera dikoordinasikan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk mengetahui kandungan yang betul-betul ada di dalamnya. Ini menjadi perhatian kita karena korbannya anak anak di bawah umur,” ujarnya.
Sumber : detik.com
Penjelasan Ahli Kimia Farmasi BNN soal Obat PCC
Liputan6.com, Jakarta – Staf Ahli Kimia Farmasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Mufti Djusnir angkat bicara terkait banyaknya korban berjatuhan usai mengonsumsi obat PCC. Hingga saat ini, tercatat 61 pasien telah dibawa ke sejumlah rumah sakit di Kendari. Mereka hilang kesadaran usai mengonsumsi obat terlarang itu.
Menurut Mufti, harus diyakini dulu apa yang telah dikonsumsi korban hingga menimbulkan dampak demikian. Sebab, dari informasi yang didapatkan, ada beberapa macam obat yang diracik.
“Jika benar mereka meracik sejumlah obat, di antaranya obat PCC, harus dikonfirmasi dari laboratorium BPOM setempat,” kata Mufti saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (14/9/2017).
Dari pengakuan salah satu korban, terungkap bahwa dia telah mengonsumsi tiga jenis obat berbeda, yakni Tramadol, Somadril, dan PCC. Ketiga jenis obat itu dicampur dan diminum secara bersamaan dengan menggunakan air putih.
“Jika mereka mencampur tiga obat itu akan menimbulkan efek sinergis. Obat bekerja memengaruhi susunan saraf pusat. Dia menjadi kerja searah menghantam saraf pusat otak dan akan menimbulkan ketidakseimbangan,” jelas Mufti.
Ragam jenis obat tersebut, kata dia, ada sebagiannya yang sudah tidak tersedia lagi di pasaran lantaran ditarik dari peredaran. Karena itu, aparat hukum harus menyelidiki oknum yang menyebarkan obat berbahaya tersebut.
“Informasi yang kita dapatkan, Somadril sudah ditarik dari peredaran. Enggak boleh. Tramadol resmi tapi harus ada resep dokter. Tidak dijual bebas. Harus dikonsultasikan dengan apoteker agar dosis yang diberikan kepada konsumen tepat,” ujar dia.
Sementara obat PCC, kata dia, memiliki kandungan senyawa Carisoprodol. Jenis obat ini berfungsi mengatasi nyeri dan ketegangan otot.
Obat ini tergolong muscle relaxants (pelemas otot). Obat ini bekerja pada jaringan saraf dan otak yang mampu merilekskan otot. Obat ini biasanya digunakan saat istirahat, saat melakukan terapi fisik, dan pengobatan lain.
Lantas apakah PCC termasuk bagian dalam narkoba? Mufti menilai hal itu bisa saja terjadi lantaran memiliki zat adiktif. Meski demikian, perlu hasil laboratorium untuk mengetahui jenis dari narkoba tersebut.
“Zat adiktif, bisa saja (obat PCC). Tapi jenisnya apa? Harus ada hasil labnya,” ujar dia.
Sumber : liputan6.com
BPOM Masih Teliti Kandungan Obat PCC
Liputan6.com, Jakarta Balai Laboratorium Narkotika Badan Narkotika Nasional (BNN), BNNP, dan BNNK sedang berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memeriksa kandungan obat bertuliskan PCC (paracetamol cafein carisoprodol).
Pemeriksaan itu terkait berita penyalahgunaan obat yang bertuliskan PCC yang beredar di Kendari, Sulawesi Tenggara. Beredarnya obat PCC menyebabkan satu orang meninggal dunia dan 42 orang lainnya harus dirawat di beberapa rumah sakit di Kendari. Hal itu dijelaskan oleh Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) BNN Sulistiandriatmoko di Jakarta seperti dikutip Antara, hari ini (14/9/2017).
Sementara itu, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sulawesi Tenggara (Sultra) hingga kini merupakan salah satu dari lima rumah sakit umum terbesar di Kota Kendari yang terbanyak menerima dan menampung korban penyalahgunaan obat terlarang yang menghebohkan warga kota sejak kemarin, 13 September 2017..
Data dari BNN Kendari, Kamis, dari sekitar 50 orang anak yang menjadi korban penyalahgunaan obat itu sebanyak 26 orang di antaranya sedang menjalani perawatan di RSJ Provinsi, sedangkan sisanya tersebar di empat rumah sakit lainnya seperti di RSU Bahterams (dua orang), RSU Bhayangkara (empat orang), RSU Kota kendari (lima orang) dan RSU Korem 143 Kendari (satu orang).
Sumber : liputan6.com
Kasus Obat PCC di Kendari, Apoteker Diamankan Polisi
Kendari – Polisi melacak awal mula obat PCC di Kendari tersebar. Setelah menangkap seorang ibu rumah tangga, kini apoteker dan asistennya juga diciduk polisi.
Hal tersebut dilakukan berdasarkan pengembangan jajaran Resnarkoba Polda Sultra atas laporan masyarakat yang menggunakan obat PCC, Somadril, dan Tramadol, yang mengakibatkan efek gangguan, seperti kejang-kejang dan halusinasi.
Dir Resnarkoba Polda Sultra Kombes Satria Adhi Permana mengatakan pihaknya mengumpulkan informasi dari keluarga korban sejak Selasa hingga Rabu kemarin. Polisi lalu memeriksa salah satu apotek yang terletak di Jalan Saranani, Kendari. Apoteker berinisial WYK dan asistennya, A alias L, diamankan polisi.
“Pengembangan kasus yang kami lakukan, kami berhasil menemukan barang bukti sebanyak 1.112 pil Tramadol di apotek tersebut dan diperjualbelikan tanpa adanya resep dokter,” jelasnya di Media Center Polda Sultra, Kendari, Kamis (14/9/2017).
Ia mengungkapkan Somadril dan Tramadol merupakan obat dengan golongan G atau obat terlarang. Obat itu bisa digunakan seseorang pasca-operasi untuk mengurangi efek rasa sakit. Namun, jika digunakan dengan dosis berlebihan, obat tersebut dapat membahayakan pengguna.
Dikatakannya, apoteker dan asistennya mengaku lalai karena tidak dapat menunjukkan resep dokter ketika memperjualbelikan Tramadol. Obat tersebut, kata dia, juga telah diperjualbelikan dalam tiga bulan terakhir.
Atas kasus tersebut, pihaknya akan memberikan sanksi Undang-Undang Kesehatan Pasal 197 No 36 Tahun 2009 dan Pasal 197 tentang penyedia, pengada, dan penjual obat tersebut.
Sebelumnya polisi menangkap ibu rumah tangga berinisial ST yang diduga menjual obat PCC. Polisi akan terus mengembangkan kasus dan memeriksa semua apotik yang ada di Kota Kendari.
Sumber : detik.com
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.