Tagged: skip challenge
- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 7 years, 6 months ago by farmasetika.com.
-
AuthorPosts
-
March 13, 2017 at 12:23 pm #6570
Hi farmasetikers!
Hal yang wajar sebenarnya mengikuti trend yang sedang viral saat ini. Tetapi, semua hal viral tidak layak untuk diikuti terutama jika memiliki resiko yang fatal. Baru-baru ini pelajar di Indonesia mengikuti trend di luar negeri yakni “skip challenge”.Tantangan ini dilakukan dengan menekan bagian dada sekeras-kerasnya selama beberapa waktu untuk membuat seseorang kekurangan oksigen sehingga kehilangan kesadaran alias pingsan. Tren ini, mirisnya, diikuti banyak remaja karena dianggap memberi pengalaman menyenangkan sekaligus menegangkan.
[youtube]https://www.youtube.com/watch?v=tt7nd2MRG0I[/youtube]
Berikut kumpulan video yang viral beredar
[youtube]https://www.youtube.com/watch?v=bcIwamjd47o[/youtube]
Catat! Ini Fakta & Bahaya “Skip Challenge”
Dunia sosial media mulai ramai dengan sebuah video yang bertajuk ‘Skip Challenge’. Video viral ini mengundang banyak remaja untuk mencoba aksi yang terbilang menggugah adrenalin.
Tak semua yang tengah hits mesti diikuti. Sekiranya itulah modal utama menghadapi beragam tren tantangan yang sering kali muncul, terutama di media sosial. Belakangan, masyarakat dunia maya tengah dihadapkan dengan tren skip challenge atau #PassoutChallenge.
Tantangan ini dilakukan dengan menekan bagian dada sekeras-kerasnya selama beberapa waktu untuk membuat seseorang kekurangan oksigen sehingga kehilangan kesadaran alias pingsan. Tren ini, mirisnya, diikuti banyak remaja karena dianggap memberi pengalaman menyenangkan sekaligus menegangkan.
Skip challenge nyatanya sangat berbahaya karena berpotensi menyebabkan hipoksia, kejang, pingsan, kerusakan otak, bahkan kematian. Saat melakukan passout challenge (atau skip challenge) mereka meniru kondisi kekurangan napas. Itu menghentikan otot dada bergerak, sehingga oksigen minim di otak.
Meski kesadaran bisa kembali, namun ada risiko lain dari skip challenge, yakni terjatuh atau cedera setelah siuman dari pingsan. Di samping itu, jika otak kekurangan oksigen lebih dari tiga menit maka bisa mengakibatkan kerusakan, bila lebih dari 5 menit akibatnya jauh lebih fatal.
Cukup menahan napas dengan dada dipukul oleh orang lain, orang tersebut merasakan pingsan sesaat. Melihat fenomena yang beredar, dr Eni Gustina, MPH, Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes RI, angkat bicara mengenai soal ini.
“Ini isu baru dan anak-anak kadang-kadang punya inovasi yang aneh-aneh. Padahal otak kita dalam waktu 8 detik tidak mendapatkan oksigen, bisa terjadi kerusakan pada sel-sel otaknya,” jelas dr Eni di Gedung Kemenkes RI, Kuningan, Jakarta Selatan.
Ia menambahkan, ketika dada ditekan, maka tubuh tidak mendapatkan pasokan oksigen. Hal ini bisa berakibat kematian pada sel-sel otak dan berpengaruh pada kemampuan berpikirnya.
“Ketika dada ditekan, otak tidak mendapatkan oksigen. Ada berapa banyak sel-sel otaknya yang mati. Bisa jadi intelegensinya berkurang, daya pikirnya juga berkurang,” jelasnya.
Anak perlu mendapatkan pengertian baik dari pihak sekolah maupun orangtuanya. Meskipun anak menghabiskan waktunya di sekolah, Eni menegaskan bukan berarti orangtua menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah. Harus tetap ada komunikasi antara anak dan orangtua. (*)
Sumber : krjogja.com
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.